Source: FREEPIK
Selama bertahun-tahun, Indonesia dikenal sebagai eksportir bahan tambang mentah. Salah satunya adalah tembaga. Data menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara penghasil tembaga terbesar di dunia, dengan total produksi tembaga sebesar 840 ribu metrik ton pada tahun 2023. Hasil tambang seperti tembaga biasanya akan diekspor dalam bentuk konsentrat, tanpa pengolahan, yang membuat Indonesia kehilangan potensi nilai tambah. Sebab, negara lain mengolahnya menjadi produk jadi dengan harga jual berkali-kali lipat lebih tinggi.
Namun, sekarang, situasi ini akhirnya berubah. Dengan hadirnya smelter Freeport di Gresik, Indonesia memasuki era baru hilirisasi industri tembaga. Smelter ini menjadi langkah besar dalam mengolah Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri agar memberikan manfaat yang lebih besar bagi bangsa. Lalu, apa saja dampaknya? Mengapa tidak dilakukan sejak dahulu? Simak selengkapnya pada artikel ini.
Kenapa Indonesia Mengalami Ketertinggalan dalam Hilirisasi Tembaga?
Hilirisasi tembaga adalah proses industrialisasi yang mengubah bijih tembaga menjadi produk dengan nilai lebih tinggi, seperti katoda tembaga, kabel listrik, atau komponen elektronik. Hilirisasi tembaga bisa menjadi langkah strategis dalam meningkatkan nilai tambah SDA Indonesia. Ditambah lagi, harga tembaga diproyeksikan naik lebih dari 75% pada 2025, seiring dengan terganggunya pasokan tambang dan meningkatnya permintaan.
Di lain sisi, pernahkah Anda bertanya-tanya kenapa negara kita yang kaya akan tambang tembaga, justru lebih sering mengekspor bahan mentah ketimbang mengolahnya sendiri? Ketertinggalan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
Senin, 23 September 2024 menjadi hari bersejarah bagi industri pertambangan Indonesia. Presiden Joko Widodo (saat itu) meresmikan operasional smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur. Indonesia kini bisa mengolah sendiri konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga dan logam mulia lainnya.
Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa membujuk Freeport untuk membangun smelter di Indonesia adalah salah satu negosiasi terberatnya. Wajar saja, meyakinkan Freeport untuk menginvestasikan uang dalam jumlah besar guna membangun smelter katoda tembaga terbesar di dunia bukanlah perkara mudah. Namun, hasilnya sepadan. Dengan investasi sebesar Rp 56 triliun, smelter ini bisa mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan menghasilkan sekitar 600-700 ribu ton katoda tembaga. Tidak hanya itu, smelter ini juga akan memproduksi emas dan perak dalam bentuk batangan.
Bayangkan betapa besarnya dampak hilirisasi ini terhadap negara kita!
Hadirnya smelter Freeport di Gresik menjadi salah satu langkah penting untuk mendorong hilirisasi tembaga di Indonesia. Indonesia tidak lagi sekadar mengekspor bahan mentah, tetapi bisa mengolah sendiri dan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Lalu, apa saja dampaknya?
Dengan berdirinya smelter Freeport di Gresik, Indonesia resmi memasuki era baru hilirisasi industri tembaga. Sebagai warga negara, kita patut bangga dan mendukung penuh langkah ini! Dengan hilirisasi yang semakin berkembang, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga mampu memaksimalkannya.
Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah hilirisasi seperti ini bisa diterapkan di sektor lain?
Bergabunglah dengan kami dalam Manufacturing Indonesia 2025: Biggest Manufacturing Expo in Southeast Asia. Kunjungi website kami di https://www.manufacturingindonesia.com/ untuk informasi terkini seputar industri manufaktur. Ikuti akun media sosial Instagram kami @manufacturing.indonesia untuk mengetahui informasi seputar pameran dan ikuti akun media sosial TikTok kami @manufacturing.series untuk mengetahui informasi unik terkait industri manufaktur.
Reference
Copyright © 2021 Pamerindo Indonesia PT | Privacy Policy